Teori Agenda Setting

HIMIKOM
Teori Agenda Setting

Agenda-setting diperkenalkan oleh McCombs dan DL Shaw (1972). Asumsi teori ini adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi apa yang dianggap penting media, maka penting juga bagi masyarakat. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar bukan dengan perubahan sikap dan pendapat.
 Agenda setting menjelaskan begitu besarnya pengaruh media--berkaitan dengan kemampuannya dalam memberitahukan kepada audiens mengenai isu - isu apa sajakah yang penting. sedikit kilas balik ke tahun 1922, kolumnis walter lippman mengatakan bahwa media memiliki kemampuan untuk menciptakan pencitraan - pencitraan ke hadapan publik. McCombs and Shaw melakukan analisis dan investigasi terhadap jalannya kampanye pemilihan presiden pada tahun 1968, 1972, dan 1976. pada penelitiannya yang pertama (1968), mereka menemukan dua hal penting, yakni kesadaran dan informasi. dalam menganalisa fungsi agenda setting media ini mereka berkesimpulan bahwa media massa memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap apa yang pemilih bicarakan mengenai kampanye politik tersebut, dan memberikan pengaruh besar terhadap isu - isu apa yang penting untuk dibicarakan.
asumsi utama dan pendapat - pendapat
inti ; agenda setting merupakan penciptaan kesadaran publik dan pemilihan isu - isu mana yang dianggap penting melalui sebuah tayangan berita. dua asumsi mendasar dari teori ini adalah, (1). pers dan media tidak mencerminkan realitas yang sebenarnya, melainkan mereka membentuk dan mengkonstruk realitas tersebut. (2). media menyediakan beberapa isu dan memberikan penekanan lebih kepada isu tersebut yang selanjutnya memberikan kesempatan kepada publik untuk menentukan isu mana yang lebih penting dibandingkan dengan isu lainnya. sedikit banyaknya media memberikan pengaruh kepada publik mengenai isu mana yang lebih penting dibandingkan dengan isu lainnya. salah satu aspek yang paling penting dari konsep agenda setting ini adalah masalah waktu pembingkaian fenomena - fenomena tersebut.dalam artian bahwa tiap - tiap media memiliki potensi - potensi agenda setting yang berbeda - beda satu sama lainnya. pendekatan ini dapat membantu kita untuk menganalisa kecenderungan - kecenderungan suatu media misalnya dalam hal komunikasi politik mereka.
metode
analisis isi media, interview audiens.
aplikasi
investigasi isu - isu yang mencakup masalah sejarah, periklanan, berita kesehatan, berita luar negeri.
contoh
McCombs and Shaw fokus terhadap dua elemen, yakni kesadaran dan informasi.
HIMIKOM

Teori Ketergantungan (Dependency Theory)
Teori ketergantungan terhadap media mula-mula diutarakan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin Defleur. Seperti teori uses and gratifications, pendekatan ini juga menolak asumsi kausal dari awal hipotesis penguatan. Untuk mengatasi kelemahan ini, pengarang ini mengambil suatu pendekatan sistem yang lebih jauh. Di dalam model mereka mereka mengusulkan suatu relasi yang bersifat integral antara pendengar, media. dan sistem sosial yang lebih besar.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh teori uses and gratifications, teori ini memprediksikan bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang berasal dari media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan serta mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Namun perlu digarisbawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergantungan yang sama terhadap semua media.
Sumber ketergantungan yang kedua adalah kondisi sosial. Model ini menunjukkan sistem media dan institusi sosial itu saling berhubungan dengan khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan minat. Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi khalayak untuk memilih berbagai media, sehingga bukan sumber media massa yang menciptakan ketergantungan, melainkan kondisi sosial.
Untuk mengukur efek yang ditimbulkan media massa terhadap khalayak, ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu riset eksperimen, survey dan riset etnografi.


Riset Eksperimen
Riset eksperimen (experimental research) merupakan pengujian terhadap efek media dibawah kondisi yang dikontrol secara hati-hati. Walaupun penelitian yang menggunakan riset eksperimen tidak mewakili angka statistik secara keseluruhan, namun setidaknya hal ini bisa diantisipasi dengan membagi obyek penelitian ke dalam dua tipe yang berada dalam kondisi yang berbeda.
Riset eksperimen yang paling berpengaruh dilakukan oleh Albert Bandura dan rekan-rekannya di Stanford University pada tahun 1965. Mereka meneliti efek kekerasan yang ditimbulkan oleh tayangan sebuah film pendek terhadap anak-anak. Mereka membagi anak-anak tersebut ke dalam tiga kelompok dan menyediakan boneka Bobo Doll, sebuah boneka yang terbuat dari plastik, di setiap ruangan. Kelompok pertama melihat tayangan yang berisi adegan kekerasan berulang-ulang, kelompok kedua hanya melihat sebentar dan kelompok ketiga tidak melihat sama sekali.
Ternyata setelah menonton, kelompok pertama cenderung lebih agresif dengan melakukan tindakan vandalisme terhadap boneka Bobo Doll dibandingkan dengan kelompok kedua dan ketiga. Hal ini membuktikan bahwa media massa memiliki peran membentuk karakter khalayaknya.
Kelemahan metode ini adalah berkaitan dengan generalisasi dari hasil penelitian, karena sampel yang diteliti sangat sedikit, sehingga sering muncul pertanyaan mengenai tingkat kemampuannya untuk diterapkan dalam kehidupan nyata (generalizability). Kelemahan ini kemudian sering diusahan untuk diminimalisir dengan pembuatan kondisi yang dibuat serupa mungkin dengan keadaan di dunia nyata atau yang biasa dikenal sebagai ecological validity Straubhaar dan Larose, 1997 :415).

Survey
Metode survey sangat populer dewasa ini, terutama kemanfaatannya untuk dimanfaatkan sebagai metode dasar dalam polling mengenai opini publik. Metode survey lebih memiliki kemampuan dalam generalisasi terhadap hasil riset daripada riset eksperimen karena sampelnya yang lebih representatif dari populasi yang lebih besar. Selain itu, survey dapat mengungkap lebih banyak faktor daripada manipulasi eksperimen, seperti larangan untuk menonton tayangan kekerasan seksual di televisi dan faktor agama. Hal ini akan diperjelas dengan contoh berikut.

Riset Ethnografi
Riset etnografi (ethnografic research) mencoba melihat efek media secara lebih alamiah dalam waktu dan tempat tertentu. Metode ini berasal dari antropologi yang melihat media massa dan khalayak secara menyeluruh (holistic), sehingga tentu saja relatif membutuhkan waktu yang lama dalam aplikasi penelitian.

Regulasi dan Undang Undang ITE Di Dalam Citizen Journalism dan E-Commerce

HIMIKOM
1.1    Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman pada saat ini telah mendorong perkembangan teknologi  khususnya teknologi media informasi seperti internet yang menyebabkan akses informasi menjadi semakin cepat dan mudah diperoleh oleh masyarakat. Semua orang pun mempunyai kesempatan untuk bisa mengakses berita, menulis, atau bahkan melaporkan sebuah berita secara terupdate dan teraktual.  Misalnya melalui media social, jejaring sosial facebook dan twitter, maupun melalui blog pribadi yang tersedia di google maupun yahoo.
Semua hal diatas menjadikan masyarakat dapat mengetahui segala macam persoalan seperti halnya politik, ekonomi, sosial dan budaya yang terjadi di sekitarnya. Masyarakat pun semakin bisa terlibat aktif mengambil peran sebagai orang yang memberikan informasi kepada orang lain  dan menjalankan salah satu fungsi pers yaitu memberikan informasi. Berdasarkan fenomena ini, maka hal ini pun menandai semakin berkembangnya bidang jurnalisme baru yaitu citizen journalism. Citizen journalism  sebaiknya harus terus ditumbuh kembangkan di tengah kehidupan masyarakat, apalagi melihat fakta yang banyak terjadi pada saat ini, semakin kompleksnya persoalan persoalan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Hal ini ditambah lagi dengan adanya kecenderungan sebagian besar insan pers khususnya media cetak atau elektronik di Indonesia lebih berkutat pada masalah yang bersifat “sensasional” dan berskala nasional, dibandingkan menyorot persoalan-persoalan yang terjadi atau dialami oleh masyarakat kecil pada umumnya seperti kemiskinan maupun pendidikan. Yang jika dikaji ulang maka persoalan-persoalan ini sebenarnya mempunyai nilai berita, yaitu nilai kejadian yang berkemungkinan mempengaruhi
Selain Citizen journalism, dunia internet juga menyediakan sebuah tempat untuk melakukan perdagangan secara online yang disebut dengan e-commerce. E-commerce merupakan suatu proses pembelian, penjualan, mentransfer, atau pertukaran produk, jasa, atau informasi melalui jaringan komputer termasuk internet. Pada dasarnya ecommerce merupakan dampak dari berkembangnya teknologi dan telekomunikasi yang sangat berkembang pesat. Semakin meningkatnya teknologi dan telekomunikasi di dunia ini maka setiap manusia mempergunakan internet dalam melakukan aktivitas di kehidupan sehari-hari yaitu dengan bisnis usaha yang akan mereka ciptakan di dunia maya. Dari zaman yang sudah modern ini, perkembangan internet menyebabkan suatu terbentuknya atau interaksi kehidupan kita yang setiap orangnya mempunyai hak dan kemampuan untuk berhubungan dengan dunia maya, tidak ada batasan apapun untuk tidak menghalangi setiap orang untuk masuk ke dunia maya dengan menggunakan internet dalam aktifitas dalam kehidupan sehari – hari.
Kemajuan teknologi informasi secara sadar membuka ruang kehidupan manusia semakin luas, semakin tanpa batas dengan indikasi manusia sebagai penguasa. Kemajuan teknologi informasi telah menyentuh segala aspek kehidupan, termasuk dunia jurnalisme dan dunia perdagangan . Dengan adanya berbagai hal seperti pemaparan diatas, maka timbulah keinginan penulis untuk membuat sebuah makalah berjudul “Regulasi dan UU ITE Th.2008 yang Mengatur Citizen journalism dan e-commerce. dengan harapan dapat menjadi kajian selanjutnya bagi seluruh pengguna dan praktisi media.
1.2    Identifikasi dan Rumusan Masalah
1.2.1   Identifikasi Masalah
Kemajuan teknologi informasi telah menyentuh segala aspek kehidupan, termasuk dunia jurnalisme dan dunia perdagangan. Citizen journalism dan e-commerce adalah salah satu bentuk media online yang secara langsung memberikan ruang kebebasan bagi masyarakat, untuk ikut serta berpendapat dan mengeluarkan aspirasinya dalam demokrasi Indonesia. Tetapi pada kenyataannya sebuah kebebasan yang telah diberikan disalah gunakan dalam beberapa aspek kehidupan sehingga dapat merugikan orang lain dan khalayak. Sehingga perlukah adanya sebuah batasan dalam pelaksanaannya?
1.2.2   Rumusan Masalah
a. Perlukah adanya sebuah regulasi untuk mengatur citizen journalism dan
                 E-commerce yang merujuk pada UU ITE tahun 2008 mengaturnya ?

1.3    Maksud dan Tujuan
1.3.1   Maksud
Makalah Regulasi dan Undang Undang ITE untuk mengatur citizen journalism dan e-commerce” dapat terselesaikan dengan melakukan analisa melalui beberapa informasi mengenai sebuah regulasi untuk mengatur citizen journalism dan e-commerce dalam dunia Internet.
1.3.2   Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mencari tau tentang perlukah adanya regulasi dan mengetahui UU ITE Th 2008 yang mengatur citizen journalism dan e-commerce.
1.4    Kegunaan
1.4.1   Kegunaan teoretis
Makalah ini diharapkan dapat berguna bagi para pengamat, peneliti. Pemerhati media online ataupun mahasiswa untuk pengembangan ilmu mengenai sebuah masalah perlukah adanya regulasi untuk mengatur citizen journalism dan E-comerce
1.4.2   Kegunaan Praktis
Makalah ini diharapkan berguna untuk melakukan pengembangan pengembangan kajian lainnya yang berkaitan dengan regulasi dalam media online dan dalam bidang journalism.



BAB II
PEMAHASAN

2.1       Citizen journalism
Citizen Journalism  adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan aktivitas pencarian, pemrosesan, sampai pada penyajian berita kepada khalayak yang semuanya dilakukan oleh masyarakat awam atau non wartawan. Berkembangnya jurnalisme warga membuat masyarakat mempunyai banyak alternatif berita dan perspektif tentang sebuah hal atau informasi dari berbagai pihak karena proses interaksi yang terjalin disini.
Dalam menyiarkan informasinya, citizen journalism bisa dilakukan dengan mengirim tulisannya kepada media massa seperti koran atau media online, kemudian redaksi memutuskan apakah tulisan tersebut layak atau tidak untuk dipublikasikan melalui media massanya. Cara lain yang bisa dilakukan menggunakan blog, di sini citizen journalism bisa juga disebut sebagai blogger. Tapi tidak semua blogger merupakan citizen journalist.
Adapun prinsip Citizen journalism, menurut David k. Perry diantaranya:
Mengusahakan situasi Koran dan para jurnalis sebagai partisipan aktif dalam kehidupan kelompok karena akan lebih baik dan tidak memihak.
Membuat Koran, Forum untuk diskusi dari isu-isu yang ada dalam kelompok.
Melayani isu ataupun kegiatan dan masalah-masalah penting bagi masyarakat biasa.
Mempertimbangkan pendapat umum melalui proses diskusi dan debat diantara anggota komunitas.
Mengusahakan untuk mengunakan jurnalisme untuk mempertinggi keuntungan sosial.
Citizen journalism, menawarkan banyak hal yang membawa keuntungan bagi masyarakat, contohnya bencana alam seperti gempa, tsunami, letusan gunung berapi lalu menjadi salah satu bukti kecepatan informasi yang disediakan oleh jurnalisme online melalui citizen journalism. Hal ini membenarkan keterbukaan ruang publik yang disediakan oleh media kepada masyarakat untuk berperan aktif menyajikan, langsung dari tempat kejadian sehingga dengan cepat dapat diketahui oleh publik secara luas. kelebihan citizen journalism salah satunya adalah kecepatan menerima informasi. kecepatan informasi dari publik bisa membantu instansi berita menerima dan mengolah informasi.
Namun karena berita-berita yang bersumber dari warga ini bersifat bebas, maka kebenaran dari informasi tersebut tidak bisa di percaya karena tidak adanya verifikasi data atau tidak di landasi dengan kaidah-kaidah jurnalistik yang lainnya, dalam citizen journalism sebuah isu yang belum pasti kebenarannya sudah bisa di jadikan berita sehingga seringkali keabsahan berita dari citizen journalism dianggap lemah sebagai jurnalisme yang berkualitas. Hal ini terjadi karena bisa menimbulkan disinformasi bagi publik secara luas jika berita yang disampaikan ternyata tidak terbukti kebenarannya. Tentu ini bisa dimaklumi karena ketidaktahuan mengenai etika-etika dalam berjurnalistik, tidak semua orang yang berperan dalam citizen journalism mengerti bagaimana proses sebuah informasi atau isu bisa berubah menjadi sebuah berita dan menjadi layak untuk disampaikan kepada publik.
2.2       E- Commerce
E-Commerce termasuk salah satu istilah pada ” perdagangan elektronik’ yang berubah sejalan dengan waktu. Awalnya, perdagangan elektronik merupakan aktivitas perdagangan yang memanfaatkan transaksi komersial, misalnya mengirim dokumen komersial seperti pesanan pembelian secara elektronik. E-commerce merupakan sebuah sistem yang dibangun dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam berbisnis dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas dari produk/service dan informasi serta mengurangi biaya-biaya yang tidak diperlukan sehingga harga dari produk/service dan informasi tersebut dapat ditekan sedemikian rupa tanpa mengurangi dari kualitas yang ada.
Sistem E-commerce ini kurang populer, karena banyak pengguna internet yang masih meragukan keamanan sistem ini, dan kurangnya pengetahuan mereka mengenai apa itu E-Commerce yang sebenarnya. Sehingga sampai saat ini, web resmi yang telah menyelenggarakan e-commerce di Indonesia adalah RisTI Shop. Risti, yaitu Divisi Riset dan Teknologi Informasi milik PT. Telkom, menyediakan layanan e-commerce untuk penyediaan informasi produk peralatan telekomunikasi dan non-telekomunikasi. Web ini juga telah mendukung proses transaksi secara online.
2.3       Undang Undang ITE Terkait Kejahatan E-Commerce
Pembentukan peraturan perundang-undangan di dunia cyber berpangkal pada keinginan masyarakat untuk mendapatkan jaminan keamanan, keadilan dan kepastian hukum. Sebagai norma hukum cyber atau cyberlaw akan menjadi langkah general preventif atau prevensi umum untuk membuat jera para calon-calon penjahat yang berniat merusak citra teknologi informasi Indonesia  dimana dunia bisnis indonesia dan pergaulan bisnis internasional.
.
Dalam melakukan kegiatan e-commerce, tentu saja memiliki payung hukum, terutama di negara Indonesia. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet dan Transaksi Elektronik, walaupun belum secara keseluruhan mencakup atau memayungi segala perbuatan atau kegiatan di dunia maya, namun telah cukup untuk dapat menjadi acuan atau patokan dalam melakukan kegiatan cyber  tersebut.

Beberapa pasal dalam Undang-Undang Internet dan Transaksi Elektronik yang berperan dalam e-commerce adalah sebagai berikut :
1.    Pasal 2
Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam     Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
2.    Pasal 9
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.
3.    Pasal 10
1.         Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat   disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
2.          Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
4.    Pasal 18
1.    Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.
2. Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
3.  Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
4. Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
5. Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional
5.    Pasal 20
1.    Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.
2.   Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.
6.    Pasal 21
1.  Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
2. Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
·     jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
·    jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
·    jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
3.  Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
4.  Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.

7.    Pasal 22
1. Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
2.  Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
8.    Pasal 30
1.    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
2.    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
3.    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
9.    Pasal 46
1.  Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
2.  Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
3.  Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Selain  Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronika di atas, ada beberapa peraturan atau perundangan yang mengikat dan dapat dijadikan sebagai payung hukum dalam kegiatan bisnis e-commerce, diantaranya adalah :
1.      Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2.      Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
3.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
4.      Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata
5.      Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
6.      Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan
7.      Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang
8.      Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
9.      Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
10.  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
11.  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
12.  Peraturan Pemerintah RI Nomor 48 Tahun 1998 Tentang Pendirian Perusahaan Perseroan dibidang Perbankan.

2.4       Regulasi dalam citizen jurnalsm
Regulasi adalah "mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan." Regulasi sangat diperlukan dalam mengatur Citizen Journalism karna sebebas apapunun dunia internet yang terkait dengan citizen jurnalsm sangat diperlukannya sebuah pengendali yang mengatur tentang hak asasi ataupun hak hak yang lain. Apabila tidak adanya regulasi maka akan menimbulkan banyak masalah.
Kemajuan teknologi informasi secara sadar membuka ruang kehidupan manusia semakin luas, semakin tanpa batas dengan indikasi manusia sebagai penguasa. Kemajuan teknologi informasi telah menyentuh segala aspek kehidupan, termasuk dunia jurnalisme. Hal itu membuat pertukaran dan penyebaran informasi semakin mudah. Dahulu, peran jurnalis sangat besar dalam menyebarkan informasi. Jurnalis adalah tokoh sentral yang kehadirannya sangat ditunggu oleh setiap orang. Dengan kata lain, jurnalis memonopoli tugas sebagai penyebar informasi. Informasi yang akurat dan dapat dipercaya hanya datang dari jurnalis. Konsekuensinya, jurnalis ditempatkan dalam posisi yang sangat vital dan mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap informasi.
Salah satu hasil dari perkembangan teknologi yang memudahkan akses masyarakat terhadap penyebaran informasi adalah seiring munculnya situs-situs jejaring sosial, twitter, facebook, friendster, myspace, dan lain sebagainya. Dan juga hadirnya situs penyedia blog, seperti blogspot, wordpress, multiply, dan lain sebagainya. Wadah ini kemudian digunakan oleh masyarakat untuk menyebarkan informasi yang diperolehnya. Apalagi dalam menyiarkan informasi, masyarakat tidak dibatasi peraturan dan proses seleksi, tidak sama halnya dengan proses pemberitaan dalam media konvensional. Dalam media konvensional, fakta-fakta yang telah dikumpulkan wartawan terlebih dahulu diseleksi oleh dewan redaksi, akibatnya tidak semua berita yang dikumpulkan wartawan dapat disebarluaskan.
Semua informasi yang ada dalam dunia maya menjadi milik publik yang dapat diakses semua orang. Kendati ada peringatan untuk tidak secara bebas mengakses data tertentu, namun tetap saja eksistensi itu menjadi milik publik, hal ini disebabkan substansi dunia maya adalah milik publik.
kita sadari bahwa dampak kebebasan berekspresi masyarakat dalam menyebarkan informasi di ranah virtual, tentu tidak luput dari benturan dan pelanggaran terhadap etika yang berlaku di dunia nyata. Karena tidak ada kontrol dalam proses penyebarannya tersebut, masyarakat kadang lebih mengedepankan emosi ketimbang logika sehat dalam tulisan-tulisannya. Jadi tak salah jika saat ini banyak tulisan di berbagai situs jejaring sosial dan blog yang cenderung berisi sumpah serapah, makian, dan lain sebagainya. Bahkan, sampai mengandung unsur pencemaran nama baik seseorang.
Namun, yang patut kita garisbawahi bahwa itu semua adalah suatu keniscayaan dalam proses demokratisasi di era keterbukaan yang menyentuh semua lini kehidupan. Jadi, sekarang bukan saatnya lagi untuk membatasi dan melarang masyarakat dalam berekspresi. Bahkan sangat tidak relevan untuk melakukan tuntutan hukum terhadap masyarakat yang melakukan pencemaran nama baik di ranah virtual. Jika memang ada yang merasa dicemarkan nama baiknya oleh pelaku citizen journalism, cukup diselesaikan dengan cara-cara yang cerdas dan arif, bukan dengan cara-cara emosional dan oportunistik, seperti memanfaatkan UU ITE yang penuh pasal karet untuk menjerat pelaku citizen journalism.
Usaha untuk menciptakan masyarakat cyber yang bertanggung jawab dan sesuai norma-norma yang dianut memang mesti terus dilakukan, tentu harus dengan pendekatan persuasi dan cara-cara yang santun. Namun, alangkah baiknya jika political will itu tumbuh dan hadir dari dalam diri pelaku citizen journalism itu sendiri. Biarkan para pelaku citizen journalism membuat norma-norma ataupun kode etik yang dianggap perlu dan fungsional dalam komunitasnya. Bukan tidak mungkin pelaku citizen journalism mengadopsi norma-norma dan hukum-hukum di dunia nyata untuk kemudian diterapkan dalam dunia virtual. Tidak ada gunanya membuat aturan-aturan represif yang tidak jelas manfaatnya. Apalagi resistensi masyarakat saat ini sangat besar terhadap hukum positif yang mengatur pencemaran nama baik dan variannya tersebut. Sehingga proses alamiah lah yang melakukan pendewasaan terhadap tokoh citizen journalism.








BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Citizen Jurnalism  hadir sebagai dunia jurnalis baru yang memungkinkan setiap orang dapat bertindak sebagai penyedia informasi dan membuka wawasan melalui media online, citizen journalism juga menjadi sebuah lahan dalam mencari sebuah informasi. Regulasi dalam mengatur Citizen Journalism dan E-commerce sungguh sangat diperlukan untuk meminimalisir masalah yang akan timbul, selain itu regulasi ini meruapakan satu batasan dari kreastifitas tanpa batas para citizen journalism dalam mengembangkan bakat mereka. Hal ini juga akan menimbulkan rasa aman kepada para khalayak yang melakukan traksaksi jual beli secara online karna telah terlindungi oleh Undang Undang.
3.2       Kritik dan saran
Perlu adanya kesadaran diri pada setiap orang yang menjadi citizen journalism, jangan jadikan media ini sebagai tempat untuk melakukan penipuan atau apapun yang dapat merugikan orang lain. Selain itu Perlu ditingkat system keamanan dan pengawasan dalam regulasi sehingga penyampaian pesan yang diterima memang benar adanya

Teori Pengharapan Nilai (The Expectacy-Value Theory)

HIMIKOM
Teori Pengharapan Nilai ( Value-expectancy theory)
 
 Value-expectancy theory adalah salah satu teori tentang komunikasi massa yang meneliti pengaruh penggunaan media oleh pemirsanya dilihat dari kepentingan penggunanya. Teori ini mengemukakan bahwa sikap seseorang terhadap segmen-segmen media ditentukan oleh nilai yang mereka anut dan evaluasi mereka tentang media tersebut.
Teori ini merupakan tambahan penjelasan dari teori atau pendekatan “uses and gratifications” adalah dijelaskannya teori yang mendasarkan diri pada orientasi khalayak sendiri sesuai dengan kepercayaan dan penilaiannya atau evaluasinya.Intinya, sikap kita terhadap sejumlah media akan ditentukan oleh kepercayaan tentang penilaian kita terhadap media tersebut. (Palmgreen dkk. dalam Littlejohn, 1996:345) membatasi gratification sought (pencarian kepuasan) berkaitan dengan apa yang diberikan media serta evaluasi kita terhadap isi media tersebut. Jika kita percaya bahwa film India dapat memberikan hiburan terhadap kita, dan kita menilai hiburan tersebut termasuk bagus (misalnya bersifat edukatif), maka kita akan mencari kepuasan dengan menonton film India tersebut sebagai hiburan. Itu contohnya. Juga sebaliknya, jika kita menilai film India sebaliknya dari itu, maka kita tidak akan menontonnya.
Film-film televovela dari Amerika Latin yang sekarang banyak ditayangkan oleh televisi swasta, banyak disukai oleh kaum hawa, terutama ibu-ibu rumah tangga. Itu sebuah fenomena. Dari fenomena tersebut, bisa diguga bahwa kaum hawa menilai positif kehadiran film-film tersebut. Padahal jika kita menilik alur ceritanya, banyak peristiwa budaya yang sama sekali tidak rasional dan bahkan sangat bertentangan dengan pola budaya di Indonesia. Dilihat dari aspek rasionalitas ceritanya juga sangat banyak yang aneh-aneh atau ganjil. Dramatisasinya sangat bertele-tele, dsb. Namun demikian, toh kaum hawa masih tetap menyukainya. Mungkin sebagian dari kita kaum laki-laki juga banyak yang menyukainya. Tampaknya masalah hiburan tidak selalu mempertimbangkan aspek rasionalitas dan logika cerita.
Contoh lain, bila kita percaya bahwa segmen gosip akan menghadirkan hiburan bagi kita, dan kita senang dihibur, maka kita akan memenuhi kepentingan kita dengan menonton/mendengar/ membaca acara gosip. Di pihak lain bila kita percaya bahwa bergosip itu termasuk bergunjing dan melihatnya sebagai hal yang negatif, dan kita tidak menyukainya, kita akan menghindar diri dari menonton/ mendengar/ membacanya.
Klandersman dalam value-expectancy theory nya menyatakan bahwa perilaku seseorang merupakan fungsi nilai (value) dari hasil yang diharapkan dari sebuah perbuatan. "Individual's behavior is a function of the value of expected outcomes of behavior" (Klandersman,1997,h.26). Perilaku seseorang akan menghasilkan sesuatu, semakin tinggi nilai yang diharapkan, semakin tinggi pula keinginan untuk mewujudkan perilaku tertentu.
Teori ini mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai dan harapan (expectancy) agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari dua komponen tersebut oleh Keller dikembangkan menjadi empat komponen. Keempat komponen model pembelajaran itu adalah attention, relevance, confidence dan satisfaction dengan akronim ARCS (Keller dan Kopp, 1987: 289-319). Model pembelajaran ini menarik karena dikembangkan atas dasar teori-teori belajar dan pengalaman nyata para instruktur (Bohlin, 1987: 11-14).

Teori Informasi atau Matematis

HIMIKOM
Teori Informasi atau Matematis

Salah satu teori komunikasi klasik yang sangat mempengaruhi teori-teori komunikasi selanjutnya adalah teori informasi atau teori matematis. Teori ini merupakan bentuk penjabaran dari karya Claude Shannon dan Warren Weaver (1949, Weaver. 1949 b), Mathematical Theory of Communication.
Teori ini melihat komunikasi sebagai fenomena mekanistis, matematis, dan informatif: komunikasi sebagai transmisi pesan dan bagaimana transmitter menggunakan saluran dan media komunikasi. Ini merupakan salah satu contoh gamblang dari mazhab proses yang mana melihat kode sebagai sarana untuk mengonstruksi pesan dan menerjemahkannya (encoding dan decoding). Titik perhatiannya terletak pada akurasi dan efisiensi proses. Proses yang dimaksud adalah komunikasi seorang pribadi yang bagaimana ia mempengaruhi tingkah laku atau state of mind pribadi yang lain. Jika efek yang ditimbulkan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka mazhab ini cenderung berbicara tentang kegagalan komunikasi. Ia melihat ke tahap-tahap dalam komunikasi tersebut untuk mengetahui di mana letak kegagalannya. Selain itu, mazhab proses juga cenderung mempergunakan ilmu-ilmu sosial, terutama psikologi dan sosiologi, dan cenderung memusatkan dirinya pada tindakan komunikasi.
Karya Shannon dan Weaver ini kemudian banyak berkembang setelah Perang Dunia II di Bell Telephone Laboratories di Amerika Serikat mengingat Shannon sendiri adalah insiyiur di sana yang berkepentingan atas penyampaian pesan yang cermat melalui telepon. Kemudian Weaver mengembangkan konsep Shannon ini untuk diterapkan pada semua bentuk komunikasi. Titik kajian utamanya adalah bagaimana menentukan cara di mana saluran (channel) komunikasi digunakan secara sangat efisien. Menurut mereka, saluran utama dalam komunikasi yang dimaksud adalah kabel telepon dan gelombang radio.
Latar belakang keahlian teknik dan matematik Shannon dan Weaver ini tampak dalam penekanan mereka. Misalnya, dalam suatu sistem telepon, faktor yang terpenting dalam keberhasilan komunikasi adalah bukan pada pesan atau makna yang disampaikan-seperti pada mazhab semiotika, tetapi lebih pada berapa jumlah sinyal yang diterima dam proses transmisi.

Penjelasan Teori Informasi Secara Epistemologi, Ontologi, dan Aksiologi

Teori informasi ini menitikberatkan titik perhatiannya pada sejumlah sinyal yang lewat melalui saluran atau media dalam proses komunikasi. Ini sangat berguna pada pengaplikasian sistem elektrik dewasa ini yang mendesain transmitter, receiver, dan code untuk memudahkan efisiensi informasi.

Aku dan Media Sosial

HIMIKOM
Kita sebagai manusia mungkin tidak akan pernah lepas dengan apa yang namanya kehidupan sosial, apalagi pada zaman sekarang yang penuh dengan kemajuan tehknologi dimana media media sosial sudah menjadi bahan pembicaraan disemua kalangan, baik anak-anak maupun orang dewasa.
saya sendiri pun juga tidak terlepas dari apa yang namanya sosial media, dimana menurut saya sebuah media sosial ini merupakan satu dunia yang berbeda dari kehidupan nyata. Dunia yang luas yang mungkin akan membuat kita dapat mengakses berbagai macam informasi ataupun sesuatu yang kita inginkan.

Media sosial ini tanpa kita sadari sudah menjadi sesuatu yang sangat penting bagi kita, misalnnya keberadaan  facebook, Twitter, dimana setiap harinya jutaan orang mengakses media sosial ini. Berbicara tentang Facebook dan Twitter, menurut saya media sosial yang satu ini sudah menjadi sebuah ruang lingkup dimana setiap orang dapat mengapresiasikan berbagai macam keluh kesah mereka, ya walaupun hanya sekedar status facebook. Menurut saya sendiri pun media sosial ini dapat membuat kita terkadang merasa lebih baik ketika kita dihadapkan pada sebuah masalah, lari kemedia sosial dan mencurahkan keluh kesah kita dan tanpa kita sadari terkadang seseorang yang mengomentari apa yang kita tuliskan membuat kita merasa bahwa masih ada teman yang perduli dengan kita.

Yap, Kegunaan media sosial ini pun tidak hanya sebagai tempat curah mencurahkan isi hati, tapi media sosial ini bisa menjadi ruang diskusi publik yang dapat memecahkan suatu masalah ataupun menimbulkan masalah baru. haha

Teori Determinisme Tekhnologi

HIMIKOM

Teori Determinisme Tekhnologi

Marshall McLuhan adalah pencetus dari teori determinisme teknologi ini pada tahun 1962 melalui tulisannya The Guttenberg Galaxy : The Making of Typographic Man. Dasar teorinya adalah perubahan pada cara berkomunikasi akan membentuk cara berpikir, berperilaku, dan bergerak ke abad teknologi selanjutnya di dalam kehidupan manusia. Sebagai intinya adalah determinisme teori, yaitu penemuan atau perkembangan teknologi komunikasi merupakan faktor yang mengubah kebudayaan manusia. Di mana menurut McLuhan, eksistensi manusia ditentukan oleh perubahan mode komunikasi.
Perubahan pada mode komunikasi membentuk suatu budaya dengan melalui beberapa tahapan, yaitu :
1. penemuan dalam teknologi komunikasi
2. perubahan dalam jenis-jenis komunikasi
3. peralatan untuk berkomunikasi
Dengan dilaluinya ketiga tahapan di atas, maka akhirnya peralatan tersebut membentuk atau mempengaruhi kehidupan manusia. Selanjutnya akan terjadi beberapa perubahan besar yang terbagi dalam empat periode/era, yaitu dapat dijelaskan dalam bagan di bawah ini :
Pertama, era kesukuan atau the tribal age. Pada periode ini, manusia hanya mengandalkan indera pendengaran dalam berkomunikasi. Mengucapkan secara lisan berupa dongeng, cerita, dan sejenisnya.
Kedua, era tulisan atau the age of literacy. Manusia telah menemukan alfabet atau huruf sehingga tidak lagi mengandalkan lisan, melainkan mengandalkan pada tulisan.
Ketiga, era cetak atau the print age. Masih ada kesinambungan dengan alfabet, namun lebih meluas manfaatnya karena telah ditemukan mesin cetak.
Keempat, era elektronik atau the electronic age. Contoh dari teknologi komunikasi yaitu telephon, radio, telegram, film, televisi, komputer, dan internet sehingga manusia seperti hidup dalam global village.

Teknologi komunikasi yang digunakan dalam media massa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia atau menurut Em Griffin (2003 : 344) disebut nothing remains untouched by communication technology. Dan dalam perspektif McLuhan, bukan isi yang penting dari suatu media, melainkan media itu sendiri yang lebih penting atau medium is the message.
Contoh yang dapat ditemui dalam realita yaitu perkembangan teknologi yang semakin maju membuat segalanya serba ingin cepat dan instan. Teknologi sebagai peralatan yang memudahkan kerja manusia membuat budaya ingin selalu dipermudah dan menghindari kerja keras maupun ketekunan. Teknologi juga membuat seseorang berpikir tentang dirinya sendiri. Jiwa sosialnya melemah sebab merasa bahwa tidak memerlukan bantuan orang lain jika menghendaki sesuatu, cukup dengan teknologi sebagai solusinya. Akibatnya, tak jarang kepada tetangga dekat kurang begitu akrab karena telah memiliki komunitas sendiri, meskipun jarak memisahkan, namun berkat teknologi tak terbatas ruang dan waktu.
Solusi agar budaya yang dibentuk di era elektronik ini tetap positif, maka harus disertai dengan perkembangan mental dan spiritual. Diharapkan informasi yang diperoleh dapat diolah oleh pikiran yang jernih sehingga menciptakan kebudayaan-kebudayaan yang humanis.
Determinisme teknologi dapat diartikan bahwa setiap kejadian atau tindakan yang dilakukan manusia itu akibat pengaruh dari perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi tersebut tidak jarang membuat manusia bertindak di luar kemauan sendiri. Pada awalnya, manusialah yang membuat teknologi, tetapi lambat laun teknologilah yang justru memengaruhi setiap apa yang dilakukan manusia. Zaman dahulu belum ada Hand Phone dan internet. Tanpa ada dua perangkat komunikasi itu keadaan manusia biasa saja. Tetapi sekarang dengan ketergantungan pada dua perangkat itu manusia jadi sangat tergantung.
Pencetus teori determinisme teknologi ini adalah Marshall McLuhan pada tahun 1962 melalui tulisannya The Guttenberg Galaxy : The Making of Typographic Man. Dasar teori ini adalah perubahan yang terjadi pada berbagai macam cara berkomunikasi akan membentuk pula keberadaan manusia itu sendiri. Teknologi  membentuk cara berpikir, berperilaku, dan bergerak dari satu abad teknologi ke abad teknologi selanjutnya di dalam kehidupan manusia. Contohnya dari masyarakat yang belum mengenal huruf menjadi masyarakat yang canggih dengan perlatan cetak maupun electronik. Inti determinisme teori yaitu penemuan atau perkembangan teknologi komunikasi merupakan faktor yang mengubah kebudayaan manusia. Di mana menurut McLuhan, budaya kita dibentuk dari bagaimana cara kita berkomunikasi.
Perubahan pada mode komunikasi membentuk suatu budaya dengan melalui beberapa tahapan, yaitu :
1. penemuan dalam teknologi komunikasi menyebabkan perubahan budaya
2. perubahan didalam jenis-jenis komunikasi membentuk kehidupan manusia
3. peralatan untuk berkomunikasi mempengaruhi kehidupan kita sendiri
Dengan dilaluinya ketiga tahapan di atas, maka akhirnya peralatan tersebut membentuk atau mempengaruhi kehidupan manusia. Selanjutnya akan terjadi beberapa perubahan besar yang terbagi dalam empat periode/era, yaitu dapat dijelaskan dalam bagan di bawah ini :
Pertama, era kesukuan atau the tribal age. Pada periode ini, manusia hanya mengandalkan indera pendengaran dalam berkomunikasi. Mengucapkan secara lisan berupa dongeng, cerita, dan sejenisnya.
            Kedua, era tulisan atau the age of literacy. Manusia telah menemukan alfabet atau huruf sehingga tidak lagi mengandalkan lisan, melainkan mengandalkan pada tulisan.
            Ketiga, era cetak atau the print age. Masih ada kesinambungan dengan alfabet, namun lebih meluas manfaatnya karena telah ditemukan mesin cetak.
            Keempat, era elektronik atau the electronic age. Contoh dari teknologi komunikasi yaitu telephon, radio, telegram, film, televisi, komputer, dan internet sehingga manusia seperti hidup dalam global village.
            Teknologi komunikasi yang digunakan dalam media massa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia atau menurut Em Griffin (2003 : 344) disebut nothing remains untouched by communication technology. Dan dalam perspektif McLuhan, bukan isi yang penting dari suatu media, melainkan media itu sendiri yang lebih penting atau medium is the message.
Determinisme teknologi media massa memunculkan dampak. Media massa mampu membentuk seperti apa manusia. Manusia mau diarahkan pada kehidupan yang lebih baik media massa punya peran. Namun demikian, media massa juga punya andil dalam memperburuk keberadaan manusia itu sendiri.
 Contoh yang dapat ditemui dalam realita yaitu
Perkembangan teknologi yang semakin maju membuat segalanya serba ingin cepat dan instan. Teknologi sebagai peralatan yang memudahkan kerja manusia membuat budaya ingin selalu dipermudah dan menghindari kerja keras maupun ketekunan. Teknologi juga membuat seseorang berpikir tentang dirinya sendiri. Jiwa sosialnya melemah sebab merasa bahwa tidak memerlukan bantuan orang lain jika menghendaki sesuatu, cukup dengan teknologi sebagai solusinya. Akibatnya, tak jarang kepada tetangga dekat kurang begitu akrab karena telah memiliki komunitas sendiri, meskipun jarak memisahkan, namun berkat adanya teknologila.
            Solusi agar budaya yang dibentuk di era elektronik ini tetap positif, maka harus disertai dengan perkembangan mental dan spiritual. Diharapkan informasi yang diperoleh dapat diolah oleh pikiran yang jernih sehingga menciptakan kebudayaan-kebudayaan yang humanis.
Teori ini pada media massa dan kebudayaan, memiliki dua kelemahan pokok yaitu :
1.                      Teori ini hanya memandang satu aspek tertentu media yaitu bentuk material atau
tekonologi sebagai karakter pokok dan sangat menentukan.
2.                      Pandangan teori ini hanya berdasarkan peristiwa historis dan pengalam yang dialami 
dunia barat.

Marshal McLuhan

Marshall McLuhan, media-guru dari University of Toronto, pernah mengatakan bahwa the medium is the mass-age. Media adalah era massa. Maksudnya adalah bahwa saat ini kita hidup di era yang unik dalam sejarah peradaban manusia, yaitu era media massa.

Terutama lagi, pada era media elektronik seperti sekarang ini. Media pada hakikatnya telah benar-benar mempengaruhi cara berpikir, merasakan, dan bertingkah laku manusia itu sendiri. Kita saat ini berada pada era revolusi, yaitu revolusi masyarakat menjadi massa, oleh karena kehadiran media massa tadi.

McLuhan memetakan sejarah kehidupan manusia ke dalam empat periode: a tribal age (era suku atau purba), literate age (era literal/huruf), a print age (era cetak), dan electronic age (era elektronik). Menurutnya, transisi antar periode tadi tidaklah bersifat bersifat gradual atau evolusif, akan tetapi lebih disebabkan oleh penemuan teknologi komunikasi.

The Tribal Age. Menurut McLuhan, pada era purba atau era suku zaman dahulu, manusia hanya mengandalkan indera pendengaran dalam berkomunikasi. Komunikasi pada era itu hanya mendasarkan diri pada narasi, cerita, dongeng tuturan, dan sejenisnya. Jadi, telinga adalah “raja” ketika itu, “hearing is believing”, dan kemampuan visual manusia belum banyak diandalkan dalam komunikasi. Era primitif ini kemudian tergusur dengan ditemukannya alfabet atau huruf.

The Age of Literacy. Semenjak ditemukannya alfabet atau huruf, maka cara manusia berkomunikasi banyak berubah. Indera penglihatan kemudian menjadi dominan di era ini, mengalahkan indera pendengaran. Manusia berkomunikasi tidak lagi mengandalkan tuturan, tapi lebih kepada tulisan.

The Print Age. Sejak ditemukannya mesin cetak menjadikan alfabet semakin menyebarluas ke penjuru dunia. Kekuatan kata-kata melalui mesin cetak tersebut semakin merajalela. Kehadiran mesin cetak, dan kemudian media cetak, menjadikan manusia lebih bebas lagi untuk berkomunikasi.

The Electronic Age. Era ini juga menandai ditemukannya berbagai macam alat atau teknologi komunikasi. Telegram, telpon, radio, film, televisi, VCR, fax, komputer, dan internet. Manusia kemudian menjadi hidup di dalam apa yang disebut sebagai “global village”. Media massa pada era ini mampu membawa manusia mampu untuk bersentuhan dengan manusia yang lainnya, kapan saja, di mana saja, seketika itu juga.

Inti dari teori McLuhan adalah determinisme teklologi. Maksudnya adalah penemuan atau perkembangan teknologi komunikasi itulah yang sebenarnya yang mengubah kebudayaan manusia. Jika Karl Marx berasumsi bahwa sejarah ditentukan oleh kekuatan produksi, maka menurut McLuhan eksistensi manusia ditentukan oleh perubahan mode komunikasi.

Kalau mau kita lihat saat ini tidak ada satu segi kehidupan manusia pun yang tidak bersinggungan dengan apa yang namanya media massa. Mulai dari ruang keluarga, dapur, sekolah, kantor, pertemanan, bahkan agama, semuanya berkaitan dengan media massa.
Hampir-hampir tidak pernah kita bisa membebaskan diri dari media massa dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam bahasa Em Griffin (2003: 344) disebutkan, “Nothing remains untouched by communication technology”.

McLuhan juga menyebutkan bahwa media massa adalah ekstensi atau perpanjangan dari inderawi manusia (extention of man). Media tidak hanya memperpanjang jangkauan kita terhadap suatu tempat, peristiwa, informasi, tapi juga menjadikan hidup kita lebih efisien. Lebih dari itu media juga membantu kita dalam menafsirkan tentang kehidupan kita.

Medium is the message. Dalam perspektif McLuhan, media itu sendiri lebih penting daripada isi pesan yang disampaikan oleh media tersebut. Misalkan saja, mungkin isi tayangan di televisi memang penting atau menarik, akan tetapi sebenarnya kehadiran televisi di ruang keluarga tersebut menjadi jauh lebih penting lagi. Televisi, dengan kehadirannya saja sudah menjadi penting, bukan lagi tentang isi pesannnya.
Kehadiran media massa telah lebih banyak mengubah kehidupan manusia, lebih dari apa isi pesan yang mereka sampaikan.

Dilema yang kemudian muncul seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi komunikasi adalah bahwa manusia semakin didominasi oleh teknologi komunikasi yang diciptakannya sendiri. Teknologi komunikasi bukannya dikontrol oleh manusia namun justru kebalikannya, kita yang dikontrol oleh mereka.

Sebagai contoh, betapa gelisahnya kita kalau sampai terlewat satu episode sinetron kesayangan yang biasanya kita tonton tiap hari. Atau mungkin kalau kita sudah lebih dari seminggu tidak membuka halaman Friendster di internet. Satu hari saja tidak menonton televisi mungkin kita akan merasa betapa kita telah ketinggalan berapa banyak informasi hari itu.

Kehadiran media massa, dan segala kemajuan teknologi komunikasi yang lainnya, seharusnya menjadikan kehidupan manusia lebih baik. Namun ketika yang terjadi justru sebaliknya, kita menjadi didominasi oleh media massa dan teknologi komunikasi yang semakin pesat tersebut, maka ini menjadi sebuah ironi.

Sumber :

1.      http://www.kaskus.co.id/showthread.php?p=658385252
3.      http://pertekomunib.blogspot.com/2011/08/pendekatan-utopianisme-vs-futurisme.html
http://yearrypanji.wordpress.com/2008/06/03/determinisme-teknologi-marshall-mcluhan/

Badan Jurnalistik adakan Upgrading BASKOM

HIMIKOM
Jumat, 7/12 Badan Jurnalistik kembali mengadakan upgrading  pada pukul 14.00 wib di gedung kuliah bersama II(GB2) tepatnya di ruang 1. Upgrading BASKOM ini dihadiri oleh 22 orang anggota baru badan jurnalistik serta para pengurus dan presidium. Kegiatan ini Di isi oleh Mbak Ayu Wardani, Bang Naga, dan kak Dora. Upgrading Badan Jurnalistik ini diadakan dengan tujuan untuk meningkatkan kembali pengetahuan para anggota Bahana Swara Komunikasi (BASKOM) agar dapat menjadi lebih baik lagi tegas Mbak Dini selaku Pimpinan Umum di Badan jurnalistik.