![]() |
Sc pict: Tempo |
Sely Dwinta Yusuf|Kamis, 22 Mei 2025: 20.40| Baskom Online
Lembaga perlindungan anak meminta kepolisian segera menangkap pelaku pembentukan grup Facebook bernama ‘Fantasi Sedarah’ yang memuat konten ketertarikan seksual terhadap anggota keluarga, termasuk inses pada anak di bawah umur. Grup ini sempat memiliki puluhan ribu anggota sebelum dihapus oleh Kementrian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bersama 30 situs serupa. Hingga kini, enam tersangka telah diamankan dan penyelidikan terhadap anggota lain masih berlangsung.
Bareskrim Polri menangkap enam tersangka yang tersebar di beberapa wilayah, mulai dari pembuat grup hingga penyebar konten pornografi anak. Kawiyan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa konten grup tersebut melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). KPAI mendesak agar korban anak segera diidentifikasi dan dipisahkan dari orang tua yang terlibat dalam inses.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama kepolisian juga telah memblokir 30 situs serupa. Alexander Sabar dari Kominfo menegaskan bahwa tindakan ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Pengelolaan Sistem Elektronik Perlindungan Anak. Namun, pengawasan digital masih menghadapi tantangan karena kebijakan platform media sosial yang belum konsisten dan keterbatasan sumber daya pengawas.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Erdi A. Chaniago, menyatakan bahwa jumlah tersangka dapat bertambah karena polisi masih melakukan pemeriksaan forensik digital terhadap lebih dari 32.000 akun anggota grup tersebut. Pelaku dapat dijerat dengan hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda miliaran rupiah, terutama jika pelaku adalah orang tua atau wali korban.
Inses, yaitu hubungan seksual antar anggota keluarga dekat yang dilarang oleh hukum dan norma sosial, merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Data Komnas Perempuan mencatat 433 kasus inses pada 2022, dengan pelaku umumnya ayah atau paman. Risiko genetik pada bayi hasil hubungan inses juga sangat tinggi, berpotensi menyebabkan cacat bawaan dan masalah kesehatan serius.
Kasus grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah, lembaga perlindungan anak, dan masyarakat dalam pengawasan dunia digital, penegakan hukum, serta perlindungan khusus bagi anak korban inses. Upaya bersama ini diharapkan dapat mencegah penyebaran konten berbahaya dan melindungi hak anak di masa depan.
0 comments:
Post a Comment