Pendap: Cita Rasa Bengkulu dalam Balutan Daun

HIMIKOM


Baskom Online| Annisa Ayuningrum| 25 Juli 2025

Pendap adalah salah satu kuliner khas Bengkulu yang sangat terkenal dengan keunikan rasa dan cara penyajiannya. Makanan tradisional ini dibuat dari ikan segar yang dibumbui dengan berbagai rempah khas, seperti cabai, bawang merah, bawang putih, jahe, dan asam kandis. Setelah ikan tercampur dengan bumbu yang meresap, ia kemudian dibungkus menggunakan daun talas sebelum akhirnya dikukus hingga matang sempurna. Proses ini tidak hanya membuat cita rasa ikan semakin kaya dan lezat, tetapi juga memberikan aroma khas yang menggugah selera dari daun talas yang membungkusnya.

Pendap bukan hanya makanan sehari-hari bagi masyarakat Bengkulu, melainkan juga hidangan penting yang kerap disajikan dalam berbagai acara adat dan perayaan. Dari keluarga yang berkumpul di rumah hingga para wisatawan yang datang berkunjung, pendap selalu menjadi sajian favorit yang berhasil menyatukan semua orang melalui cita rasa otentiknya. Keistimewaan pendap terletak pada keseimbangan rasa pedas, asam, dan gurih yang dipadu dengan rempah alami serta metode memasak tradisional yang diwariskan turun-temurun.

Berbeda dengan masakan ikan lain yang biasanya digoreng atau dibakar, pendap memiliki karakter unik berkat pembungkus daun talasnya yang tidak hanya berfungsi sebagai pembungkus, tetapi juga menambah aroma dan menjaga kelembutan ikan selama proses pengukusan. Inilah yang membuat pendap menjadi simbol budaya kuliner Bengkulu yang autentik dan terus dicintai oleh banyak orang. Jadi, saat Anda mengunjungi Bengkulu, jangan lewatkan kesempatan untuk mencicipi pendap dan merasakan langsung kelezatan serta kekayaan tradisi yang tersembunyi di dalam balutan daun talas tersebut.

Selain kelezatan rasanya, pendap juga memiliki keunikan dari sisi visual dan tekstur. Warna cokelat kehijauan yang dihasilkan dari perpaduan bumbu dan daun talas memberikan tampilan yang khas dan menggoda. Teksturnya yang lembut namun tetap padat membuat setiap suapan terasa memuaskan di lidah. Pendap juga dikenal tahan lama, karena proses pengukusan dan penggunaan daun talas membantu mengawetkan rasa dan kualitas ikan tanpa bahan pengawet tambahan.

Dalam perkembangannya, pendap telah menginspirasi berbagai inovasi kuliner lokal. Beberapa pelaku UMKM dan pengrajin makanan mulai mengemas pendap dalam bentuk praktis yang dapat dijadikan oleh-oleh khas Bengkulu. Bahkan, kini tersedia varian pendap dengan pilihan bahan selain ikan, seperti ayam atau jamur, untuk menjangkau lebih banyak selera masyarakat, termasuk vegetarian.

Lebih dari sekadar sajian, pendap mencerminkan kearifan lokal dan hubungan erat masyarakat Bengkulu dengan alam. Pemanfaatan daun talas yang tumbuh liar di sekitar permukiman menunjukkan keberlanjutan dalam memanfaatkan sumber daya alam secara bijak. Tradisi pembuatan pendap yang dilakukan bersama-sama juga memperkuat nilai kebersamaan antaranggota keluarga maupun komunitas.

Riau Siaga Merah: Karhutla Mengancam, Menteri Turun Tangan!

HIMIKOM

 

Baskom Online| Annisa Ayuningrum| 25 Juli 2025

Provinsi Riau saat ini menghadapi ancaman serius kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang meningkat tajam sejak akhir Juli 2025 dan diperkirakan akan tetap tinggi hingga awal Agustus. Hal ini disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hanif Faisol Nurofiq, yang menyebut bahwa kondisi cuaca kering dan curah hujan yang sangat rendah memperbesar potensi kebakaran, khususnya di lahan gambut yang mudah terbakar. Berdasarkan laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), puncak musim kemarau di wilayah Riau memang lebih awal dibanding daerah lain di Indonesia, yaitu pada bulan Juli, dengan curah hujan kurang dari 50 mm—bahkan di beberapa wilayah di bawah 20 mm.

Wilayah yang paling terdampak meliputi Kabupaten Pelalawan, Rokan Hulu, dan Rokan Hilir, yang saat ini menunjukkan jumlah titik panas (hotspot) terbanyak. Pemerintah pusat melalui Kementerian LHK bersama BMKG dan BNPB telah mengambil sejumlah langkah mitigasi. Salah satunya adalah pelaksanaan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) sejak 21 Juli, dengan 12 sorti penyemaian awan menggunakan 12.000 kg bahan semai demi meningkatkan kelembapan tanah dan menekan potensi kebakaran. Meski begitu, Deputi Modifikasi Cuaca BMKG, Tri Handoko Seto, menjelaskan bahwa minimnya pembentukan awan membuat penyemaian belum terlalu efektif.

Sebanyak 200 personel siaga karhutla juga dikerahkan ke lokasi-lokasi rawan, dengan prinsip “pantang pulang sebelum padam” untuk mengendalikan api secepat mungkin. Menteri Hanif menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, TNI/Polri, serta masyarakat dan pelaku usaha seperti perusahaan sawit dalam mencegah kebakaran semakin meluas. Semua pihak diminta siaga penuh, terutama karena lahan gambut yang kering sangat cepat terbakar dan sulit dipadamkan jika tidak ditangani segera. Melalui koordinasi lintas sektor, upaya pencegahan dan pemadaman diharapkan dapat berlangsung lebih efektif untuk melindungi lingkungan, kesehatan masyarakat, dan ekonomi lokal dari dampak karhutla yang merugikan.


Sekilas Cerita Sejarah Tabut

HIMIKOM

 

Baskom Online| Refina Maharani Salim|18 Juli 2025

Commers, setiap tahun-nya Bengkulu selalu mengadakan perayaan festival tahunan yang diadakan setiap tanggal 1 Muharram - 10 Muharram, festival tersebut biasa disebut dengan Festival Tabut 

Meskipun festival tahunan tersebut sudah lama meninggalkan kita, tapi yuk kita baca kilas balik awal mula Tabut di Kota Bengkulu. 

Sebelum menjadi Tabut yang kita rasakan pada saat ini tabut dahulu-nya merupakan upacara tradisional masyarakat Bengkulu yang diadakan untuk mengenang kisah kepahlawan Hussein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad SAW, yang wafat dalam peperangan di padang Karbala, Irak.

Upacara Tabut sebenarnya tidak hanya berkembang di Bengkulu saja, namun juga sampai ke Sumatra Barat seperti daerah Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie, bahkan sampai ke Banda Aceh, Meulaboh, dan Singkil. Dalam perkembangannya kegiatan Tabut kemudian menghilang di banyak tempat. Hingga saat ini hanya ada dua tempat yang melaksanakan upacara Tabut, yakni Bengkulu dan Pariaman, Sumatra Barat yang menyebutnya dengan Tabuik. 

Tabut sendiri berasal dari kata Arab, Tabut yang secara harfiah berarti kotak kayu atau peti (Q.S Al Baqarah 2:248). Saat ini, Tabut yang digunakan dalam Upacara Tabut di Bengkulu berupa suatu bangunan bertingkat-tingkat seperti menara masjid, dengan ukuran yang beragam dan berhiaskan lapisan kertas warna warni. 

Tabut bengkulu pertama kali di inisiasi oleh Syaikh Maulana Ichad ulama bengkulu yang mana melalui tabut beliau menyebarkan agama islam dibengkulu, namun masa Syaikh Maulana Ichad tidakla lama di Bengkulu karena beliau sempat pergi ke makkah lalu wafat disana dituturkan kepergian bliau ke makkah adalah untuk beribadah umrah/haji, setelah meninggalnya syaikh maulana ichad, tahun 1400 barulah syaikh Burhanuddin tak hanya sendiri beliau bersama 13 ulama lainnya meneruskan tradisi ini yang mana sampai saat ini masih tetap berjalan dengan khidmat, perjalanan ini begitu sangat panjang dan terdapat juga makam yang ada dibengkulu hanya dua orang sisanya meninggal ditempat yang berbeda. Jika kita mengingat tabut maka ini sama halnya dengan kita mengingat penyebaran islam di bengkulu. Mari teman teman semua mulai mengenal edukasi sejarah tabut karena jangan hanya datang duduk dan menikmatinya saja tanpa kita mengetahui sejarah dan parjalanannya.

Yang membedakan festival tabut dulu dan sekarang ialah dahulu tidak ada bazar atau pameran yang ada ialah hanya ritual seperti pengambilan tanah, menjara, duduk penja, meradai dan sebagainya, tidak ada telong-telong ataupun bazar seperti saat ini. 

Namun seiring berkembangnya zaman dan teknologi masyarakat mulai memperkenalkan tabut ke kancah nasional maupun internasional, inovasi lain seperti telong-telong, bazar, dan pameran seiring berjalan waktu juga mulai ada disetiap perayaan festival tabut



Sc: 

Ir. Achmad Syafril Sy (Ketua Kerukunan Tabut Bengkulu) - HPI Bengkulu 

Tommy Julian Ali (Ketua HPI Bengkulu)