Puasa SOSMED : Strategi Dalam Menjaga Kesehatan Mental Remaja Masa Kini

 Puasa SOSMED : Strategi Dalam Menjaga Kesehatan Mental Remaja Masa Kini

Oleh : Bagio Alief

Fenomena masyarakat digital sering kali mendapatkan antusias yang positif dari berbagai kalangan seperti pemerintah dan masyarakat. Banyak kemudahan yang ditawarkan dengan mengakses layanan digital dan memudahkan kehidupan masyarakat. Salah satu produk dari digitalisasi adalah media sosial. Media sosial merupakan media yang diciptakan untuk bersosialisasi secara online baik melalui fiture teks maupun saluran telefon. Pengguna media sosial di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 191 juta orang. Data ini meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya dimana pengguna sosial media sebanyak 170 juta orang. Jumlah pengguna sosial media paling banyak adalah Whatsapp sebanyak 88,7% kemudian Instagram, Facebook, Tik Tok, dan Telegram berurutan sebesar 84,8%, 81,3%, 63,1%, dan 62,8% (Mahdi,M Ivan 2022).

Sumber : DataIndonesia.id, 2023

Hadirnya sosial media ditengah masyarakat memunculkan berbagai masalah khususnya psikologis pengguna. Dominasi remaja sebagai pengguna sosial media dibarengi kondisi emosi yang kurang matang menimbulkan berbagai masalah mental seperti depresi, cemas, gangguan bersosialisasi bahkan sampai bunuh diri. Bebasnya akses internet terkait informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan menjadi masalah yang cukup membahayakan seperti contoh pada saat pandemi covid 19 lalu dimana masyarakat dihebohkan dengan penyebaran virus yang dilakukan oleh negara tetangga menggunakan pesawat pada malam hari membuat satu Indonesia panik dan menyebabkan kecemasan sehingga menimbulkan gangguan imun dan berakhir sakit.

Media sosial juga berdampak terhadap kesehatan mental pengguna. Penelitian yang dilakukan oleh healthy Behavior in Scholl-aged Children (HBSC) tentang kesehatan mental mengungkapkan sebanyak 45 negara dirundung kesehatan mental yang buruk, hal ini disebabkan karena kesepian, gugup, merasa rendah diri hingga merasa tersinggung atas hal yang disebabkan dimedia sosial (Pratama & Sari, 2020). Pengunaan media sosial yang kurang bijak seringkali dapat memicu masalah bagi individu dan masyarakat khususnya kesehatan mental. Isu kesehatan mental menjadi isu yang masih hangat diperbincangkan oleh Warganet mulai dari membandingkan kondisi mental seperti generasi Z yang lahir antara 1996-2012 memiliki kesehatan mental yang lemah dibandingkan dengan generasi yang lain hingga terjadi bullying dan berujung kematian.

Ancaman kesehatan mental seperti depresi yang disebabkan oleh penggunaan media sosial tidak hanya bisa dialami oleh masyarakat biasa bahkan public figure juga mengalami hal yang sama seperti contoh aktris seperti Prilly Latuconsina yang pernah mengungkapkan bahwa dirinya sempat mengalami depresi hingga ingin bunuh diri karena komentar Warganet. Ada juga atlet Kim In-hyeok dari Korea Selatan yang melakukan tindakan bunuh diri setelah mendapatkan perlakuan cyberbullying dari warganet. Dari dua kasus tersebut kita sudah seharusnya memiliki proteksi yang lebih terhadap kondisi mental kita karena media sosial memiliki pengaruh yang cukup besar bagi kehidupan nyata kita.

Sosial media dapat menentukan mood dari pengguna. Sering kali kita berselancar didunia digital sampai lupa dengan waktu dan merasa waktu berjalan sangat cepat hal ini dipengaruhi karena emosi kita dikendalikan oleh alorigma sosial media. Seperti contoh yang banyak dialami di linkungan penulis bahwa postingan yang disajikan kepada pengguna dapat memvalidasi perasaan seseorang, jika kita menggunakan media sosial tiktok kita akan menemui halaman For You Page atau lebih dikenal dengan FYP. Ketika seseorang berselanjar ditiktok maka sangat mungkin terjadi akan adanya transfer emosi yang dibagikan sehingga kita terbawa arus FYP dan memvalidasi perasaan kita seolah- olah kita digiring untuk merasakan hal yang sama dengan orang yang memposting video tersebut yang mana kita tidak tahu siapa dia ?, dari mana dia ?, mengapa dia muncul di FYP saya ? namun dia seolah-olah memberikan transfer emosi yang dia sampaikan.

Hal yang sering terjadi ialah ketika ada satu pengguna mengalami kesedihan dan muncul satu video tentang kesedihan lalu pengguna menonton hingga habis bahkan diulang-ulang karena dirasa cocok dan tidak segan untuk melakukan stalking kepada akun yang memposting untuk melihat postingan serupa untuk meyakinkan kesedihannya melalui konten tersebut. Hal ini berbahaya karena jika kita tidak bisa mengontrol maka algoritma FYP pengguna akan berisi kesedihan semua dan ini akan mengancam kondisi mental pengguna dan yang lebih parah lagi ketika pengguna sudah merasa dipuncak emosi lalu mereka melakukan self diagnosis yang berujung pada melukaui diri sendiri bahkan sampai berujung pada kematian.

Selain kesedihan ada juga pengguna yang dibuat cemas atau Fear Of Missing Out dan lebih dikenal dengan FOMO yang menyebabkan pengguna merasa cemas jika ketinggalan dengan trend yang sedang berlangsung hal ini bisa terjadi karena keinginannya diakui di sosial media lebih besar dari pada di dunia nyata. FOMO yang terjadi pada pengguna sosial media seperti melihat instastory teman yang menggunakan barang-barang bermerk dan sedang trand sehingga pengguna akan merasa cemas karena tidak ingin ketinggalan dan ingin dilihat selalu up to date hal ini dapat menyusahkan pengguna karena FOMO muncul karena bukan dasar kebutuhan tapi berdasarkan kecemasan yang bersumber dari keinginannya untuk tampil lebih up to date dari yang lainnya hal ini dapat menyebabkan gangguan tidur, stress, hingga depresi.

Terlalu aktif di media sosial juga dapat membentuk sifat individualisme dan rasa gengsi yang tinggi, hal ini disebabkan karena pengguna lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berselancar di dunia maya dan mengabaikan interaksi sosial dengan lingkungan sekitar. Seperti hal yang dialami langsung oleh penulis jika di tempat nongkrong anak zaman sekarang lebih banyak mereka fokus ke layar hp masing-masing dari pada teman sekitarnya hal ini yang mengakibatkan buruknya hubungan sosial mereka terlebih ditambah dengan rasa gengsi yang tinggi untuk tampil sempurna di sosial media sehingga tempat nongkrong hanya digunakan untuk mengambil foto yang ciamik untuk bahan konten upload instastory agar dikenal tidak ketinggalan trend.

Banyak masalah yang timbul terutama untuk kesehatan mental oleh karena itu diperlukan cara khusus untuk meminimalisir hal tersebut. Penulis memiliki cara untuk menyelamatkan kesehatan mental pengguna sosial media dengan puasa sosial media. Puasa media sosial terbukti ampuh mengurangi kecemasan dan juga gangguan mental yang lain karena Penulis telah membuktikannya hal ini karena pikiran kita tidak dikontrol oleh FYP dan juga postingan di sosial media yang lain, hal ini membuat Penulis jauh lebih tenang, tidak FOMO terhadap trend yang sedang berlangsung dan cenderung lebih aktif bersosialisasi dengan lingkungan sekitar terutama keluarga. Memang tidak mudah untuk melakukan puasa sosial media karena tanpa kita sadari sudah menjadi kebiasaan kebanyakan orang ketika bangun tidur yang dicari bukan air minum dan bangkit dari tidur namun mencari hp dan memulai berselancar di sosial media seperti Tik Tok, Instagram, Twitter, Facebook dan lainnya hal ini membuat pengguna sosial malas bergerak atau biasa dikenal dengan mager sehingga menurunkan produktifitas.

Susah bukan berarti tidak mungkin. Penulis mengalami kesulitan juga dalam menyesuaikan kondisi yang dulu sering cek hp, susah fokus, hingga terintimidasi dengan pencapaian rekan sejawat yang diupload di sosial media. Penulis akhirnya membuat kartu


kontrol yang digunakan untuk mengontrol puasa sosial media agar berjalan konsisten. Kartu ini berfungsi sebagai track record selama 30 hari pelaksanaan yan dibagi menjadi 10 hari masa fasenya sudah berapa sosial media bisa untuk dikurangi sehingga difase selanjutnya bisa menjadi bahan penilaian untuk melihat sejauh mana perkembangannya. Penulis memiliki prinsip yang bisa diterapkan pembaca yakni jalani, biasakan, dan hilangkan. Maksud dari jalani ialah ketika ragu atas apa yang ingin dimulai yang terpenting jalani terlebih dahulu kemudian biasakan menjadi rutinitas agar terlepas dari kecanduan sosial media dan setelah terbiasa bisa ketahap selanjutnya yakni hilangkan semua sosial media yang benar-benar bisa dilepas. Tidak harus cepat namun tepat, perlu diingat bahwa sosial media memiliki dampak positif dan negatif sehingga kita perlu bijak dan bertindak seperlunya seperti halnya puasa ini, jika kita tidak bisa menghilangkan setidaknya kita harus bisa mengurangi.

Contoh kartu kontrol yang digunakan penulis untuk menjalani puasa sosial media sehingga mencapai tujuan dan konsisten melakukan hal-hal baik untuk kebaikan diri kita sendiri. Semoga hal ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan kita menjadi manusia yang memiliki kesejahteraan mental yang bagus dan terhindar dari pengaruh buruk sosial media.

Email Facebook Google Twitter

HIMIKOM

Admin & Editor

Himikomunib.org adalah website Himikom ( himpunan mahasiswa ilmu komunikasi ) universitas Bengkulu

0 comments:

Post a Comment