Pages

Guncangan M8,7 di Rusia Timur Berpotensi Timbulkan Tsunami di Wilayah RI


Baskom Online| Annisa Ayuningrum| 1 Agustus 2025

Gempa bumi dahsyat dengan kekuatan magnitudo 8,7 mengguncang lepas pantai timur Semenanjung Kamchatka, Rusia, pada Rabu, 30 Juli 2025. Gempa terjadi sekitar pukul 08.25 waktu setempat, dengan pusat gempa terletak sekitar 125 kilometer tenggara kota Petropavlovsk-Kamchatsky dan berada pada kedalaman 19 hingga 20 kilometer. Lokasi ini merupakan bagian dari zona subduksi Kuril-Kamchatka, yang dikenal sangat aktif secara tektonik. Karena kekuatan dan kedalaman gempa yang relatif dangkal, para ahli menyatakan bahwa potensi terjadinya tsunami cukup tinggi.

Pusat Peringatan Tsunami Pasifik (Pacific Tsunami Warning Center) di Amerika Serikat serta Badan Meteorologi Jepang (JMA) segera mengeluarkan peringatan tsunami menyusul gempa tersebut. Gelombang tsunami dengan ketinggian 3 hingga 4 meter tercatat di sejumlah wilayah pesisir Kamchatka, dan otoritas lokal di Rusia telah mengevakuasi penduduk di kota Severo-Kurilsk sebagai tindakan pencegahan. Beberapa bangunan seperti taman kanak-kanak mengalami kerusakan ringan akibat guncangan. Sementara itu, Jepang mengeluarkan peringatan serius untuk wilayah pesisir timurnya, memperkirakan potensi gelombang setinggi 3 meter, dan meminta warga untuk segera mengevakuasi daerah pantai.

Tidak hanya Rusia dan Jepang, peringatan juga disampaikan kepada wilayah Pasifik lainnya seperti Guam, Micronesia, Hawaii, Alaska, dan pantai barat Amerika Serikat. Hingga saat ini, belum ada laporan resmi mengenai korban jiwa, namun kerusakan ringan serta kepanikan warga terjadi di beberapa titik terdampak.

Indonesia, meskipun secara geografis berjarak cukup jauh dari pusat gempa, tetap berada dalam pengawasan karena gempa terjadi di kawasan Cincin Api Pasifik yang berpotensi memicu gelombang tsunami lintas samudra. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia mengonfirmasi bahwa hingga saat ini belum terdeteksi adanya gelombang tsunami yang signifikan di wilayah perairan Indonesia. Namun demikian, BMKG terus melakukan pemantauan intensif terhadap perubahan muka laut dan menyarankan masyarakat pesisir timur Indonesia untuk tetap waspada.

Gempa besar seperti ini mengingatkan kembali akan pentingnya sistem peringatan dini dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap potensi bencana alam, terutama di negara-negara yang berada di sepanjang sabuk gempa dunia. Meskipun dampaknya di Indonesia belum terasa langsung, potensi ancaman tetap harus diantisipasi dengan kesiapsiagaan dan informasi yang akurat.


Keras Bersuara, Keras Dampaknya: Menyoroti Kontroversi Sound Horeg


 Baskom Online| Annisa Ayuningrum| 1 Agustus 2025

Sound horeg, sebuah istilah yang populer di masyarakat pedesaan dan pinggiran kota, merujuk pada penggunaan sistem audio bervolume tinggi dengan dentuman bass yang keras dalam berbagai acara seperti hajatan, pesta pernikahan, hingga konser dangdut keliling. Istilah ini berasal dari gabungan kata “hore” dan “gerak” yang menggambarkan suasana penuh semangat dan hiburan meriah di malam hari. Namun, di balik euforia tersebut, muncul kontroversi yang semakin mencuat di tengah masyarakat. Penggunaan sound system berdaya besar tanpa batasan waktu maupun tempat kini dianggap telah mengganggu ketentraman warga dan menimbulkan keresahan sosial yang nyata.

Fenomena ini melibatkan berbagai pihak. Penyelenggara acara dan operator sound system tentu menjadi pelaku utama, tetapi yang paling terdampak adalah masyarakat sekitar yang harus menanggung kebisingan hingga dini hari. Pemerintah daerah, yang seharusnya berperan sebagai pengatur dan pengawas ketertiban umum, kerap kali dinilai lamban dalam merespons keluhan warga. Dalam perkembangan terbaru, Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut bersuara, menyatakan kekhawatiran atas dampak negatif sound horeg terhadap moral, ketenangan, dan harmoni sosial, serta mendesak pemerintah agar tidak menutup mata terhadap situasi ini.

Fenomena sound horeg semakin marak dalam beberapa tahun terakhir, terutama di wilayah-wilayah yang minim regulasi dan pengawasan. Acara yang berlangsung hingga larut malam bahkan dini hari ini acap kali diadakan di daerah pedesaan atau pinggiran kota, tempat di mana tradisi hiburan rakyat masih kuat namun tidak diimbangi dengan aturan yang jelas. Tak hanya soal bising, masalah yang ditimbulkan meluas: dari gangguan waktu istirahat warga, polusi suara, meningkatnya potensi konsumsi alkohol dan tindakan asusila, hingga keretakan hubungan sosial antarwarga akibat perbedaan pandangan terhadap hiburan seperti ini.

Menurut MUI, kegiatan semacam ini bukan hanya melanggar norma sosial dan agama, tetapi juga merusak moral generasi muda serta membuka celah konflik horizontal di masyarakat. Dalam pernyataan resminya, MUI menegaskan bahwa pemerintah dan aparat penegak hukum harus segera bertindak dengan membuat regulasi, melakukan pengawasan di lapangan, serta mengedukasi masyarakat tentang etika dalam menyelenggarakan hiburan. Pembiaran terhadap sound horeg dinilai berpotensi melanggengkan ketidaktertiban dan menjauhkan masyarakat dari nilai-nilai yang seharusnya dijaga.

Untuk menanggulangi dampaknya, solusi yang ditawarkan mencakup pembentukan peraturan daerah (Perda) yang mengatur batas volume dan jam operasional hiburan malam, kewajiban memiliki izin resmi bagi penyelenggara, pemberian sanksi tegas bagi pelanggar, serta sosialisasi berkelanjutan tentang pentingnya menjaga ketertiban umum. Selain itu, perlu ada alternatif hiburan yang tetap meriah namun tidak merusak kenyamanan publik, misalnya dengan penggunaan teknologi audio yang ramah lingkungan suara atau dengan mengatur zona khusus hiburan jauh dari permukiman padat.

Fenomena sound horeg bukan lagi soal pilihan hiburan, tetapi telah menjadi persoalan publik yang menyangkut kenyamanan, kesehatan mental, moralitas, dan ketertiban. Suara keras boleh jadi hanya berlangsung beberapa jam, tetapi keresahan dan konflik yang ditinggalkan bisa bertahan lama di benak warga. MUI telah menyampaikan sikap tegasnya, dan kini saatnya pemerintah bersama masyarakat bahu membahu menyelesaikan persoalan ini. Karena dalam menjaga harmoni sosial, suara meriah tak seharusnya mengorbankan ketenangan bersama, dan diam terhadap keresahan bukanlah bentuk toleransi, melainkan pembiaran yang berbahaya.


Implikasi Transnasionalisasi Data Pribadi: Studi Awal Kasus Indonesia–Amerika


 Baskom Online| Sely Dwinta Yusuf| 1 Agustus 2025 

Pemerintah Amerika Serikat baru-baru ini mengumumkan kesepakatan kerja sama dengan Indonesia yang memberi peluang bagi perusahaan teknologi asal AS untuk mengelola data milik warga negara Indonesia. Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Gedung Putih dan menjadi bagian dari upaya besar untuk memperkuat kolaborasi dalam perdagangan digital antara kedua negara. Dalam pernyataannya, Gedung Putih mengindikasikan bahwa para pelaku usaha di sana telah lama menunggu kebijakan ini karena dipandang mampu memperlancar kegiatan bisnis dan investasi antarnegara.

Namun, berita ini menimbulkan kecemasan di kalangan masyarakat Indonesia. Banyak yang mempertanyakan apakah perusahaan asing akan memiliki akses penuh terhadap data pribadi seperti nama, alamat, nomor telepon, dan data biometrik warga. Menanggapi kekhawatiran ini, Juru Bicara Kepresidenan, Hasan Nasbi, menjelaskan bahwa jenis data yang dimaksud dalam perjanjian ini bukanlah data pribadi yang sensitif, tetapi data umum yang berkaitan dengan transaksi komersial. Ia menekankan bahwa identitas pribadi akan tetap berada di bawah kontrol pemerintah Indonesia.

Setuju dengan penjelasan Hasan Nasbi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, juga menekankan bahwa kerja sama ini tidak akan melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Ia menjelaskan bahwa pemerintah sedang menyusun protokol untuk pengelolaan dan transfer data antarnegara agar proses tersebut berlangsung secara legal, transparan, dan aman. Data yang dapat dipindahkan juga akan dibatasi hanya pada informasi terkait kegiatan ekonomi digital, seperti data transaksi atau penggunaan layanan cloud, tanpa mencakup informasi sensitif seperti data keuangan pribadi atau catatan medis.

Di sisi lain, DPR RI melalui Ketua DPR, Puan Maharani, meminta pemerintah untuk lebih transparan dan memberikan penjelasan menyeluruh kepada publik. Ia berpendapat bahwa kebijakan mengenai pengelolaan data pribadi warga negara harus dilaksanakan dengan cermat serta mengedepankan prinsip perlindungan hak privasi. Masyarakat juga diimbau untuk tetap waspada dan kritis terhadap berbagai bentuk kerja sama internasional yang melibatkan data pribadi.

Secara keseluruhan, kerjasama antara Indonesia dan Amerika Serikat ini dinilai dapat membuka peluang untuk investasi digital dan memperluas kolaborasi ekonomi berbasis teknologi. Namun demikian, pelaksanaannya harus terus dipantau agar tidak merugikan kepentingan nasional, terutama terkait dengan kedaulatan data dan perlindungan privasi warga. Diharapkan pemerintah dapat memastikan bahwa semua mekanisme pengelolaan data tetap berpegang pada prinsip keamanan, legalitas, dan perlindungan hak-hak digital masyarakat Indonesia.