Media Twitter Sebagai Penyalur Adu Nasib Terbaik
oleh : Sindy Wulandari
Zaman serba canggih dan perkembangan yang semakin cepat, kian hari tantangan
beserta tekanan yang diberikan pun semakin hebat pula. Perkiraan dari waktu ke waktu untuk
memberantas perkembangan zaman ternyata tidak segampang merobekkan sehelai kertas,
ada hal yang berada di luar dugaan bahkan tidak terkontrol oleh manusia itu sendiri. Baik
dan buruk dari perkembangan ini diterima mentah-mentah, termasuk teknologi. Di era serba
digital ini, jari-jari dan mulut sering tidak selaras bahkan logika yang digunakan juga tidak
mencerminkan adanya sesuatu yang berkembang. Berpegang teguh pada prinsip ingin
memajukan anak bangsa tapi nyatanya hanya menjatuhkan mental manusia.
Era digital tidak bisa dihindarkan begitu saja tanpa adanya perlawanan dari dalam
diri, untuk menjaga semua keseimbangan agar tidak banyaknya tekanan dari luar yang masuk
ke dalam pikiran. Mental di era digital sangat perlu diperhatikan, gangguan yang terjadi dari
dampak yang diberikan sudah tidak masuk akal lagi karena ragam jenisnya. Ada yang
berpura-pura kaya, berpura-pura sakit, berpura-pura miskin, berpura-pura pintar, bahkan
berpura-pura lainnya yang membohongi diri sendiri dan berakibat adanya gangguan
kesehatan mental pada diri. Edukasi sangat perlu untuk menantang ketidaksiapan dalam
perubahan yang sigap terjadi, melalui digital pula sumber edukasi bisa diterima dengan baik.
Beberapa hal yang terjadi bahkan mengganggu kesehatan mental dikarenakan
ocehan dan serangan yang diberikan digital. Kesehatan mental juga dijadikan bahan olokkan
semata bagi mereka yang kurang memahami pentingnya sehat terutama bagi jiwa. Jika
kejiwaan yang selaras dengan mental ini goyah dan hancur maka leburlah semua yang masuk
tanpa aba-aba dan buruknya diterima semua oleh manusia. Inilah salah satu hal yang merusak
kesehatan mental dan akan berimbas pada kegiatan di dunia nyata dan dunia maya, walau
jika ada masalah yang terjadi di dunia nyata akan dicurahkan semuanya ke dunia maya
dengan alasan akan ada yang memberikan belas kasihan sedalam jurang tetapi nyatanya
masuk ke jurang yang dibuat oleh diri sendiri.
Gosip yang beredar dari ragamnya media digital juga menjadi pokok dari terjadinya
ancaman kejiwaan, twitter contohnya. Informasi terkini dan terpanas bisa diakses dengan
cepat melalui twitter. Semua bentuk di dunia nyata telah tergambarkan melalui twitter,
bahkan twitter menjadi platform digital ternyaman untuk mengeluarkan keresahan yang
kebanyakan bersifat buruk. Diterimanya semua pendapat dan masalah dari penggunanya
yang membuat pengguna twitter berasal dari semua kalangan umur. Kecanggihan memang
banyak dirasakan, ada beberapa orang yang mengeluh di twitter karena dirinya merasa
terbully di dunia nyata namun ternyata ekspetasi yang ia pikirkan malah menjatuhkan dirinya
sendiri. Akibat-akibat ini pula yang tidak ingin ditawarkan begitu saja oleh pengguna twitter,
tempat yang memberikan kenyamanan belum tentu sepenuhnya menyamankan mental.
Adu nasib melalui twitter kerap kali terjadi, saat satu orang menuangkan semua
kerumitan hidupnya dalam ketikkan dan gambar maka muncullah orang lain yang akan
menuliskkan pula ketikkan yang merendahkan misalnya “masih enak kamu, aku dulu tidak
pernah dapat uang jajan dari orang tua dan harus bekerja setelah pulang sekolah”, kata-kata
seperti inilah yang membuat mental seseorang akan jatuh karena tidak didukung oleh ucapan
penyemangat tetapi ditimpa oleh kesedihan orang lain yang tidak diharapkan. Dianggap
media paling relevan untuk mencurahkan semua nya tetapi tidak siap akan dampak yang akan
diterima, ini juga menjadikan mental akan terganggu. Lalu sehat seperti apa yang diinginkan
jika tidak siap?
Jika menjadi media terbaik maka pengguna harus siap untuk kemungkinan terburuk,
tidak ada gunanya juga jika harus berpatokan dengan pendapat orang lain di platform digital
tersebut. Sebelum adanya media ini juga semua orang bisa hidup bebas dengan tekanan yang
dikit, tetapi sekarang memilih untuk menampung tekanan itu sendiri dari pilihan yang dipilih.
Twitter tidak dapat memberikan apa-apa untuk menjamin kehidupan pengguna, tapi twitter
menyuguhkan apa yang pengguna inginkan. Maka apa yang diberikan oleh digital sudah
sebaiknya diterima dengan kebesaran logika guna menjaga kesehatan mental. Proses adu
nasib ini berlangsung selama ketidaksiapan ada, mereka yang akan terus merasa tersakiti oleh
era yang mendadak serba teknologi ini dan ternyata faktor-faktor yang tidak dipahami juga
menambah rumitnya ancaman yang masuk.
Kematian juga menjadi sebab dari tidak kuatnya mendapat feedback buruk, paling
banyak kasus bunuh diri yang tidak tahu penyebabnya apa namun beberapa dugaan mengarah
pada komenan yang diutarakan, tidaklah heran jika banyak hal negatif yang dirasakan dari
penggunaan media. Twitter merupakan media paling bar-bar yang tidak tahu Batasan
jangkauan, semua keluh kesah tergambarkan melalui postingan di media. Semua merasa
disalahkan dan untuk mencari perhatian orang lain tentu harus memperhatikan diri yang akan
terlibat dampaknya sendiri. Jika ada masalah dan tidak ada yang ingin tahu apa yang
dirasakan maka twitter menjadi tempat pelarian atau penyaluran yang terbaik, sering
dianggap lebay dan alay. Sama halnya dengan satu ketikan yang dituliskan adalah neraka
bagi penulisnya.
Rasanya sudah menajdi hal yang biasa bagi para pengguna twitter yang mana semua
kebiasaan ada di dalamnya. Rentannya terancam Kesehatan mental sudah akan semakin
meningkat jika tidak diiringi dengan pola pikir yang dapat menjadi tombak dari penyakit
yang berdatangan. Efek samping yang dirasakan dari bergugurannya mental yang tidak sehat
ini ialah pembulian yang akan terjadi di media massa yang berakibat fatal pada pembunuhan
berencana atau bunuh diri, gangguan stress yang berkepanjangan, penyakit komplikasi
lainnya yang dapat meregang nyawa. Telah banyak contoh yang menggambarkan, bahkan isi
kepala sendiri berkata “aku adalah sumber masalah dari semuanya”, pemikiran itu muncul
dikarenakan keenakan dan kemudahan yang terjadi di era digital serba mudah ini.
Kehidupan tidak akan berwarna kalau semua orang berpendidikan untuk mengolah
pikiran sendiri, namun kehidupan akan berwarna hitam jika tidak ingin belajar mencari tahu
dan menjaga sikap dari racun yang diberikan oleh teknologi. Menjadi biasa di dunia nyata
ternyata tidak seberat di dunia maya, persaingan hidup lebih terasa nyata di dunia maya maka
tak hayal jika efek samping yang ada banyak terjadi dari dunia maya, terkhusus twitter.
Proses adu nasib tidaklah dibenarkan walau dengan tujuan agar memotivasi orang lain. Ada
banyak cara untuk mengembangkan yang tidak ingin kita dapatkan buruknya yaitu olah
pikiran. Tantangan tentu memiliki solusi, tetapi mental yang sehat juga harus terjalin dari
dalam pikiran dan jiwa seseorang agar solusi yang diberikan dapat diterima dengan lapang.
Kesehatan mental dan era digital menjadi kaitan yang relevan dalam ragamnya
aktivitas. Tentu akan terasa lebih banyak hal negatif, tetapi untuk menyelaraskan keduanya
ada dengan cara tidak terlalu memikirkan apa yang orang lain sampaikan melalui ketikkan,
berpikir positif walaupun sulit tetapi coba sedikit demi sedikit, filter apa yang ingin
disebarkan dan dicari tahu untuk menjaga kewarasan otak, serta olah informasi dengan baik
dan tidak semena-mena terhadap apa yang terjadi saat ini. Kesehatan mental harus tetap
dijaga tanpa penawaran apapun karena semua yang berkaitan dengan hidup pasti berurusan
dengan mental. Memendam yang dirasakan juga tidak baik tetapi mengutarakan semua yang
dirasakan tidak jauh lebih buruk dari yang dibayangkan. Mental yang sehat ialah yang dijajah
tetapi melawan dan tidak lemah, untuk hal itu tentu harus diperjuangkan dan menggunakan
media sosial pun harus tahu arah dan tujuan supaya kesesatan tidak datang menghampiri.
0 comments:
Post a Comment