KESEHATAN MENTAL DI ERA DIGITAL : BAGAIMANA PENGARUHNYA?

 KESEHATAN MENTAL DI ERA DIGITAL : BAGAIMANA

PENGARUHNYA?

oleh : Nindya Keisha


  Organisasi kesehatan dunia atau yang lebih dikenal dengan World Health Organization

mendefinisikan kesehatan mental sebagai keadaan sejahtera dimana manusia mampu mewujudkan

potensi mereka baik secara fisik, mental dan sosial. Dalam kata lain WHO menjelaskan bahwa

tidak adanya suatu penyakit terhadap kesejahteraan psikologis, efikasi diri, otonomi dan aktualisasi

diri (WHO, 2014)

  Ada 4 karakteristik seseorang dinyatakan sehat secara mental, yaitu mereka mampu

mengenali diri sendiri, mampu mengatasi stress, mampu melakukan gaya hidup produktif dan

mampu memberikan manfaat untuk lingkungan sekitar.

  Namun tidak dapat dipungkiri bahwa telah banyak perubahan yang terjadi selama beberapa

tahun belakang. Khususnya keadaan dimana kita hidup dalam kendali penuh dengan digital. Kita

telah berada dimana teknologi menjadi bagian vital yang masuk ditengah hiruk pikuk dunia.

Digitalisasi tidak hanya membawa teknologi berkembang begitu pesat namun tidak dapat

dipungkiri fakta bahwa saat ini sangat sulit untuk mengabaikan koneksi internet yang terus

menerus memberikan kita rangsangan adiktif dan hiburan. Hampir semua aktivitas telah dijalankan

dengan cara digital. Kehidupan menjadi lebih fleksibel dan efisiensi dengan kemajuan teknologi

yang kita rasakan saat ini, misalnya dapat kita lihat pada kasus dimana manusia mampu mengenali

dan memahami kecerdasan buatan yang digunakan untuk melakukan pembayaran pesanan online.

Mari kita sebut saja seperti Shopee, Tokopedia, Gofood, Grab dan lainnya yang marak ditemukan

guna mempermudahkan kehidupan manusia. Hal-hal inilah yang mengantarkan kita pada situasi

dimana kita mampu untuk berekspresi tanpa kendala ruang dan waktu. Era digital membuka

peluang baru yang lebih luas untuk belajar, berbagi, mengenal dan menciptakan hubungan dengan

siapa saja dan dimana saja. Faktanya digitalisasi mampu memberikan dampak yang signifikan

terhadap kehidupan manusia. Namun apakah dalam aspek kesehatan jiwa manusia mampu

beradaptasi pada digitalisasi yang terjadi saat ini?

  Kementerian kesehatan mencatat setidaknya ada 227 ribu kasus masalah kesehatan jiwa di

Indonesia pertahun 2020. Sedangkan menurut Riset Kesehatan Dasar menunjukkan lebih dari 19

juta penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun mengalami gangguan kesehatan mental emosional

dan lebih dari 12 juta penduduk berusia 15 tahun mengalami depresi. Sedangkan CNN News

mengutip setidaknya ada 2.45 juta kasus kesehatan jiwa yang terjadi pada remaja Indonesia pada

ahkir tahun 2022 lalu. Kasus ini lebih banyak dialami oleh anak usia produktif. Masalah kesehatan

jiwa yang semakin memperihatinkan tentu saja akan mempengaruhi produktivitas nasional.


Lantas bagaimana masalah ini harus dikupas dalam ranah yang mengkhawatirkan?


  Kesehatan jiwa erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Aktivitas fisik dan non-fisik

adalah celah utama dalam menghadirkan kelelahan emosional. Oleh karena nya kesehatan jiwa

yang terganggu mengakibatkan timbulnya gangguan mental atau penyakit mental. Meski terlihat

sepele nyatanya lebih dari 80 persen kasus kematian remaja disebabkan oleh gangguan mental

seperti depresi, bipolar, stress berlebihan dan diagnosis lain nya. Sangat mengerikan fakta bahwa

lebih banyak manusia berjuang melawan diri mereka sendiri untuk bertahan demi sebuah

kehidupan. Perkembangan teknologi pun tak mampu memberikan pertolongan yang lebih cepat

dalam mengatasi kasus tersebut. Dalam beberapa kasus teknologi memberikan pengaruh yang

sangat parah karena sifatnya yang terbebas dari ruang dan waktu. Cyber bullying secara tragis

eksistensi nya semakin meluas. Komentar negatif, standar yang diciptakan sosial media dan

semuanya seolah menjadi boomerang yang menyerang siapa saja dan kapan saja. Tak heran bila

perkembangan internet memiliki kemampuan signifikan dalam menyalurkan dampak negatif

terutama dalam konteks kesehatan mental dan emosional. Tidak lupa pula menyebutkan

perkembangan AI (artificial intelligent) atau kecerdasan buatan yang sudah menyebar luas.

Kecerdasan buatan diakui mampu memberikan jawaban yang akurat dalam waktu hitungan detik

saja, namun sadis nya kehadiran nya bagaikan duri dalam selimut.

  Keadaan inilah yang menciptakan realitas dimana digitalisasi yang terjadi mempengaruhi

kesehatan seseorang secara emosional. Belum lagi jika kita berbicara dalam konteks visualisasi.

Tekanan dimana seseorang merasa harus tampil dengan sempurna, menciptakan public image yang

luar biasa tanpa memikirkan kemampuan diri sendiri dan standar yang tidak waras guna meraih

validasi sesaat. Terlalu banyak waktu yang dihabiskan dalam hiburan digital yang bersifat adiktif

faktanya mampu membuat seseorang terisolasi dari kehidupan sosial mereka, lebih menyedihkan

lagi fakta bahwa dunia digital secara tidak disengaja menciptakan standar kemewahan yang

mengundang keinginan untuk di glorifikasi.

  Zaman yang semakin canggih memang tidak akan lepas dari dampak negatif. Namun

sebagai manusia yang dianugrahi akal dan pikiran, tentu saja kita memiliki opsi untuk

meminimalisir kan status quo yang ada saat ini. Penting bagi kita untuk mengenali dan memahami

dampak dan konsekuensi yang terjadi dan wajib bagi kita menganalisa serta mampu memberikan

solusi yang mumpuni di era digital ini.


Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menghindari kita dari gangguan

emosional yang dipengaruhi oleh digitalisasi.


1. Content Filtering, fakta bahwa kita dapat mengakses konten apa saja tanpa dalam

hitungan detik adalah salah satu kemudahan yang ditawarkan oleh digitalisasi. Namun

sadarilah bahwa tidak semua konten bersifat edukatif. Dalam banyak kasus konten di

sosial media memberikan efek negatif dimana penggna merasa tidak aman. Maka dari

itu pilah lah konten membangun. Konten yang mampu memberikan inspirasi, motivasi

dan dorongan akan berdampak besar untuk pola kehidupan. Ciptakanlah lingkungan

digital yang positif dengan cara mampu memilah konten yang layak dikonsumsi dam

tidak layak dikonsumsi.

2. Physically active, aktif secara fisik mampu membuat tubuh jauh lebih segar dan bugar.

Cukup melakukan olahraga ringan yang dapat dilakukan secara fleksibel yang teratur.

Olahraga mampu mengurangi gejala stress dan meningkatkan suasana hati yang lebih

bahagia.

3. Keep it private, penting untuk disadari bahwa dunia digital tidak selalu menjadi tempat

yang aman, oleh karena itu kita harus mempunyai batasan-batasan tertentu dalam

memberikan data pribadi kita. Cobalah untuk lebih tegas dan lebih bijak lagi dalam

menggunakan sosial media dengan menghindari memberikan informasi yang bersifat

sensitif.

4. Distrac yourself from continually online activities, membatasi diri dalam menggunakan

aktivitas online nyatanya memberikan dampak positif jauh lebih baik daripada terus

menerus bermain dalam digitalisasi. Temukanlah hobi yang bermanfaat seperti

membaca buku, melukis, berjalan-jalan dan lainnya yang mampu meningkatkan

hormon serotonin kita. Hal-hal tersebut memberi suasana hati yang sangat baik dalam

mengurangi tanda-tanda kecemasan, stress dan depresi.

  Sangat penting untuk kita menciptakan pola hidup yang seimbang. Fakta bahwa digitalisasi

tidak hanya membawa pengaruh positif namun juga pengaruh negatif menciptakan bentuk nyata

dari pemahaman untuk terus mempunyai kesadaran terhadap kesehatan kita secara emosional.

Penting untuk kita mengatur batas antara dunia digital dan dunia nyata. Bergabung dengan

kegiatan yang lebih bermakna, melakukan hobi yang disukai, menghabiskan waktu diluar rumah

dan memperkuat kesehatan mental kita. Tak lupa juga kelilingi lah dirimu dengan orang-orang

positif yang mampu memberikan perubahan diri menuju jiwa yang sehat. Tetaplah optimis, fokus

dan menjaga kesehatan mental diri sendiri adalah salah satu dari sekian banyak solusi yang bisa

kita lakukan. Perlu untuk dicatat bahwa didalam tubuh yang kuat ada jiwa yang sehat.

Email Facebook Google Twitter

HIMIKOM

Admin & Editor

Himikomunib.org adalah website Himikom ( himpunan mahasiswa ilmu komunikasi ) universitas Bengkulu

0 comments:

Post a Comment